Halaman

links

Sikap dalam berilmu: Zuhud dan Ambisi layaknya padi dan pohon jati. sebuah tadabbur alam

Posted by YAZID RIDLA the inspirational leader On Sabtu, Agustus 03, 2013 No comments

"Semakin berisi pohon jati semakin sadar betapa kerdilnya dia dihadapan alam semesta"

Ahad 4 Agustus 2013, 27 Ramadhan 1434

Pagi ini ada seorang teman yang mengungkit analogi berilmu layaknya padi. Sebuah analogi yang menuntut orang berilmu agar tidak sombong terhadap ilmu yang dimilikinya. Namun ada sebuah kenyataan universal yang membuat pikiran ini tidak sepenuhnya setuju terhadap analogi tersebut. Ada potongan lain atau analogi lain yang bisa melengkapi analogi tersebut.

Pada waktu yang bersamaan saya sedang menguji ketahanan fisik saat berpuasa dengan cara berjalan kaki sejauh yang saya bisa. Embun pagi yang segar masih membasahi tiap helai padi di sawah yang saya tapaki. Suatu pemandangan yang menyejukkan dengan hamparan sawah hijau diselingi pepohonan randu dan kelapa yang kokoh dan menawan. Sekilas muncul sebuah keanehan. Mengapa padi yang hampir menguning ini semakin menunduk kebawah dikala pohon kelapa menjulang menggapai langit seiring dengan berputarnya waktu.

Teman saya tadi berkata meneruskan wejangan tetua yang didengarnya. "Nak, kalau kamu nanti sudah pinter jangan jadi sombong ya, jadilah seperti padi yang semakin berisi dia akan semakin merunduk".

Tidak salah apa yang diucapkan tetua tadi namun alam memberi contoh yang lain. Pohon berkayu. Berakar tunggang maupun serabut, semakin berisi mereka semakin menjulang tinggi berusaha meraih awan. Semakin berisi mereka semakin dalam pula akarnya menghujam bumi.

Sebut saja pohon jati. Selaras dengan pertumbuhannya, pohon jati akan semakin tinggi dan memiliki akar yang kuat serta kokoh. Semakin berumur batang pohon akan semakin besar diameternya. Batang yang besar dan akar yang kuat menjadi pendukung dalam menghadapi rintangan karena semakin tinggi pohon bertumbuh maka semakin kencang angin bertiup.

Pohon jati mensarikan ambisi, cita-cita yang besar, dan ketamakan dalam menuntut ilmu. Rasa tidak pernah puas terhadap ilmu yang dimiliki karena tahu bahwa ilmu Allah SWT jauh labih luas daripada batasan terhingga yang bisa manusia buat. Ambisi mencari makna dalam tiap ayat Qouliah yang Allah SWT tebar di setiap kata dalam Alquran. Serta selalu merasa bodoh saat memahami pesan yang Allah SWT tuliskan dalam tiap sel-sel ayat Kauniah.

Berapa banyak Allah SWT tegaskan dalam alquran agar manusia bertebaran dimuka bumi untuk belajar, berfikir, dan membaca. Betapa islam mengandaikan ilmu manusia layaknya satu tetes embun pagi yang jatuh ditengah samudera ilmu Allah SWT. Betapa iblis lebih takut kepada ulama daripada ahli ibadah. Betapa malaikat sangat mencintai forum-forum yang didalamnya dibacakan ayat-Nya. Hingga sahabatpun tak menyisakan tempat bagi daun yang gugur ketika Rasul menjelaskan akhlak serta aqidah islam.

Kutipan diawal tulisan ini menggambarkan betapa kekerdilan diri dihadapan ilmu Allah SWT hanya dapat muncul dari proses panjang pencarian ilmu. Semakin tinggi tumbuh pohon jati maka semakin luas pula jangkauan pandangannya. Semakin kencang angin yang menerpanya. Semakin banyak makhluk dunia yang dilihatnya. Semakin tinggi pohon jati semakin tahu bahwa langit tak berbatas dan awan tak tersentuh.

Sebuah sungai dengan aliran air yang cukup jernih memberhentikan langkah kaki yang sudah cukup gontai. Hembusan angin memberi konklusi tentang sikap dalam berilmu. Berambisilah dalam meraih setinggi tingginya ilmu namun tampakkanlah kezuhudan sebagai saripati keilmuanmu. Layaknya hamparan padi deselangi oleh pepohonan rimbun, menghasilkan harmoni pagi penuh kesederhanaan.

Belajar dari masa lalu. Belajar zuhud pada Abu Dzar Al-Ghifari yang sangat takut pada dunia hingga matinya hanya ditemani selembar kain di tengah pasir yang menganga. Belajar berambisi pada Muhammad Al-Fatih yang selalu bermimpi menjadi panglima islam terbaik ramalan Rasul SAW hingga menaklukkan konstantinopel.

-sebuah tadabbur alam, menjadi wacana bagi jiwa-

0 komentar:

Posting Komentar