Ada banyak
kawan yang berkata kepada gw, dalam suatu forum, bahwa menikahi gadis pujaan
hati adalah kado terindah. Jika kita menemukan lawan dalam proses untuk mendekatinya
maka itu adalah perang!. Kita harus bersaing dengannya, atau mereka, untuk
mendapatkan gadis itu. Karena konsep ukhuwah dalam konteks pernikahan itu
bukanlah iitsar namun fastabiqul khirot. Walau tidak boleh menghalalkan segala
namun perjuangan luar biasa hingga melanggar batas-batas normapun
diperbolehkan. Sebuah cara pandang yang sangat ambisius. Saat itu gw meng-iya-kan.
Jiwa pemberontak gw akan menemukan pijarnya dalam pergolakan dan pertarungan.
Singkat cerita
disuatu hari yang cukup cerah di daerah yang sejuk di pinggiran kota bandung
Allah memberi sebuah karunia. Disaat membuka folder kumpulan buku elektronik di
laptop untuk mempelajari dan mengulang ilmu-ilmu oseanografi tiba-tiba mata ini
tertuju pada folder teratas berjudul kado pernikahan. Jemari ini berhenti
sejenak menghentikan gerakan tetikus yang terbiasa liar mengalir diatas layar. Itu
adalah folder berisi e-book yang
membahas persiapan menikah. Empat tahun resistensi otak pada topik khusus ini
seakan hancur oleh sebuah ilham untuk membuka berkas-berkas berbentuk pdf
didalamnya.
Ini adalah
sebuah penggalan kisah pernikahan antara Rasul saw dengan Hafsah binti Umar
r.a. disebutkan dalam sebuah hadis shahih bukhari tentang cerita Umar ibn
Khattab r.a yang ingin meminangkan anaknya kepada sahabatnya. Utsman ibn Affan r.a
menolak karena suatu sebab. Kemudian ditawarkan kepada sahabatnya yang lain,
Abu bakr Ash-Shiddiq r.a. Beliau hanya terdiam tanpa jawaban atas pinangan sahabatnya
itu yang membuat Umar kesal atasnya. Hingga tiba waktu pernikahan Nabi saw
dengan Hafsah. Di sanalah terjadi suatu percakapan yang mengandung ibrah yang
dalam buat gw.
“Mungkin kau marah dan kurang senang kepadaku. Ketika kau menawarkan Hafshah, aku diam dan tidak menjawab sepatah pun!”
“Ya, benar.”
Lalu Abu Bakar melanjutkan, “Sebenarnya aku ingin sekali menerima tawaranmu itu. Tetapi sebelum engkau menawarkan Hafshah kepadaku, aku sudah mendengar Nabi Saw. menyebut-nyebut untuk meminangnya. Dan aku tidak mau membuka rahasia beliau kepadamu. Namun, jika beliau tidak jadi menikahinya, tentu akan aku terima tawaranmu itu dengan senang hati.”
Maka muncullah
sebuah pertanyaan. Layakkah kita menjadikan persaingan mendapatkan pasangan
yang diidamkan sebagai perang? atau bahkan, naudzubillah min dzalik, menjadikannya taruhan. Jika bercermin
dengan jawaban Abu bakar diatas maka jawabannya adalah sebuah pertanyaan,
tidakkah kau ingin mencontoh keagungan sifat Abu bakar diatas?.
Yang gw pahami
adalah, ketika Abu bakar mengetahui bahwa Rasul SAW menginginkan wanita yang
sama untuk diperistri beliau memilih untuk mengalah. Beliau sadar bahwa Rasul memiliki
akhlaq, pemahaman, dan keluhuran yang jauh lebih tinggi. Maka beliau
mengikhlaskannya.
Mungkin kita
tidak bisa se-sempurna Abu Bakar namun kita coba konversikan kondisi yang
dialami oleh beliau saat itu.
- Beliau menginginkan hafsah menjadi istrinya
- Ternyata Rasul juga menginginkan wanita yang sama
- ika hafsah dinikahi rasul maka nasib terbaik akan didapatkan olehnya sebagai wanita mulia, ummul mukminin.
Maka konversinya pada kehidupan
kita saat ini, dengan kedangkalan ilmu gw, mungkin kondisinya adalah:
- Jika laki-laki lain lebih siap dalam hal ilmu dan pemahaman, psikologis, keluarga, ekonomi, dan sosialnya daripada kita untuk meminang perempuan yang sama.
- Jika perempuan itu dirasa akan mengalami nasib yang lebih baik dan lebih terjaga agamanya jika bersama laki-laki lain itu
- Mungkin ini yang dinamakan mencintai dengan tidak memiliki #tsaaah
- Gw belum bisa memikirkan kondisi lainnya.
Jika kita bertemu kondisi seperti itu maka kita bisa mencoba untuk mencontoh sikap Abu bakar.
Wallahu a’lam bi shawab.
Nb:
- Artikel ini tidak boleh dijadikan rujukan karena ilmu gw yang masih sangat dangkal. Dan ini juga sekedar lintasan pikiran yang belum teruji
- Semoga jika gw mengalaminya gw tidak kaburomaktan a.k.a tidak sejalan antara ucapan dan perbuatan. Bahasa kerennya tidak berintegritas.
0 komentar:
Posting Komentar